LAPORAN DEWAN KOMISARIS

2021. Setelah mengalami pertumbuhan sebesar 7,07% (Year on Year/YoY) pada kuartal kedua, pertumbuhan melambat pada kuartal ketiga menjadi sebesar 3,51% (YoY). Namun setelah berhasil melewati fase kritis gelombang Delta, pertumbuhan kuartal keempat kembali meningkat menjadi 5,02% (YoY).

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2021 tetap rendah dan berada di bawah kisaran sasaran 3,0±1%. Inflasi IHK tahun 2021 adalah sebesar 1,87% (YoY), meningkat dibandingkan dengan inflasi IHK tahun 2020 sebesar 1,68% (YoY). Inflasi yang cukup rendah pada tahun 2021 tersebut dipengaruhi oleh permintaan domestik yang belum kuat sebagai dampak pandemi COVID-19, pasokan yang memadai, dan sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dalam menjaga kestabilan harga. Di tengah kekhawatiran akan tingginya inflasi secara global, rendahnya inflasi dalam negeri menunjukkan langkah-langkah dan kebijakan pemerintah yang cukup efektif.

Dari sisi industri pelabuhan, meningkatnya tingkat kontainerisasi komoditas didorong oleh perbaikan infrastruktur dan operasional pelabuhan. Saat ini, tingkat kontainerisasi komoditas di Indonesia hanya mencapai 14% dengan komoditas utama berupa produk manufaktur, sayuran, makanan siap saji, dan protein (hewan). Dengan pengembangan pelabuhan yang terus dilakukan, tingkat kontainerisasi diprediksi akan terus meningkat. Pertumbuhan kontainerisasi diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang tetap apabila pertumbuhan GDP berada pada prediksi baseline 5,2%. Namun, bila prediksi pertumbuhan GDP agresif 8,5%, maka akan terjadi peningkatan terhadap pertumbuhan kontairenisasi sebanyak 4%.

Selain itu, kebiasaan baru pasca pandemi COVID-19 juga berpengaruh pada bidang jalur perdagangan maritim selama awal tahun 2021. Adanya fase pemulihan terlihat dari aktivitas di pelabuhan yang menunjukkan ketahanan dalam permintaan konsumen dan rantai pasokan global, namun perdagangan yang tidak seimbang (imbalance trading) dan pertumbuhan ekonomi dunia yang tidak merata (uneven economic growth) juga menyebabkan peristiwa kekurangan petikemas di wilayah Timur.

Dalam pasar non-petikemas, volume perdagangan tertinggi terjadi antara Tiongkok dan Asia Tenggara dengan volume mencapai 397,7 juta Ton. Dengan tingginya volume perdagangan maritim di Asia dan pertumbuhan perdagangan di Asia Tenggara, terdapat potensi pengembangan bisnis pelabuhan, terutama untuk jalur perdagangan Far East-Europe yang melewati Selat Malaka. Di Indonesia sendiri, volume perdagangan petikemas dan non petikemas masih berpusat di Pulau Jawa dan Sumatera. Hal ini berkaitan dengan terfokusnya populasi dan GDP Indonesia di Jawa dan Sumatera, di mana lebih dari 50% populasi dan kontribusi GDP Indonesia berasal dari Jawa.

Di tengah kondisi perekonomian dan industri pelabuhan tersebut, Direksi mampu menghadapi tantangan dan peluang yang terjadi dengan mencatatkan kinerja yang baik di tahun 2021. Dari sisi operasi kepelabuhan, arus kapal dalam satuan